Latar Belakang
Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda yang merupakan bagian dari daerah cekungan Bandung, memiliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya dengan zaman purba hingga sekarang. Secara geologis daerah ini mengalami perubahan yang disebabkan oleh gejolak alam dalam kurun waktu pembentukan alam semesta.
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda awalnya merupakan bagian areal dari kelompok Hutan Lindung Gunung Pulosari yang berdasarkan Surat Keputusan Mentri Pertanian Nomor 575/Kpts/Um/8/1980 dirubah fungsinya menjadi Taman Wisata Alam (TWA) Curug Dago. Pada tanggal 14 Januari 1985 bertepatan dengan kelahiran Bapak Ir. H. Djuanda, TWA Curug Dago secara resmi berubah fungsi menjadi Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang merupakan Tahura pertama di Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1985.
Fungsi dan Tujuan
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, diharapkan mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan antara lain pemeliharaan tata air dan tangkapan air, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta keunikan panorama alam yang dapat dimanfaatkan secara lestari untuk konservasi, koleksi, edukasi, rekreasi, dan secara tidak langsung dapat meningkatkan sosisal ekonomi masyarakat sekitarnya serta menjadi Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat.
Tujuan penglolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah untuk :
- Terjaminnya kelestarian kawasan hutan dan ekosistemnya
- Terbinanya koleksi tumbuhan dan satwa serta sumber daya alam kawasan Taman Hutan Raya.
- Optimalnya manfaat Taman Hutan Raya untuk wisata alam, penelitian, pendidikan,ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, budaya bagi kesejahteraan masyarakat
- Terjaganya Taman Hutan Raya yang menjadi kebanggaan Provinsi Jawa Barat
Sejarah Singkat Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda
Sejarah Geologi
Bentang alam spesifik Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda merupakan sebagian Daerah Cekungan Bandung yang sangat khas keberadaan rupa buminya dibanding daerah lainnya. Terjadinya Daerah Cekungan Bandung ini disebabkan oleh gejolak alam periode-periode tertentu dalam era pembentukan alam semesta, antara lain :
- Pada permulaan PERIODE PLESTOSEN (satu juta tahun yang lalu). Di daerah Priangan sekarang, terdapat gunung yang sangat besar dengan dasar piramida mencapai ±20 Km2 dan ketinggian yang bervariasi antara 3.000 m di atas permukaan laut (dpl) sampai dengan 5.000 m dpl yang dinamakan gunung Sunda
- Pada jaman periode HELOSEN (sebelas ribu tahun yang lalu). Gunung Sunda tersebut mengalami erupsi/meletus pertama kali dan mengakibatkan terbentuknya kaldera berupa telaga besar yang dinamakan Situ Hiang atau Danau Bandung serta munculnya anak gunung yang belakang diberi nama orang – orang daerah tersebut dengan nama Gunung Tangkuban Perahu.
- Pada kurun waktu PERIODE PURBA (4.000 – 3.000 tahun yang lalu); Air Situ Hiang atau Danau Bandung menyusut lewat aliran Sungai Cikapundung dan Citarum dengan pintu alirannya terdapat di Sang Hyang Tikoro. Akibatnya Kaldera Situ Hiang menjadi susut kering dan terbentuklah Dataran Tinggi Bandung yang membentang dari Cicalengka (disebelah timur) sampai dengan Padalarang (sebelah Barat) sejauh ±50 Km dan batasan sebelah Utara adalah Bukit Dago sampai dengan Soreang (sebelah Selatan) sejauh ±30 Km.
- (Prof. Dr. Th.H.F Klom; The Geology of Bandung, 1956)
Penyusutan air danau terjadi akibat adanya endapan yang berlangsung ribuan tahun sesudah masyarakat prasejarah bermukim dan bermasyarakat. Akibat penyusutan ini terbentuk daratan subur yang ditumbuhi berbagai pepohonan dan membentuk hutan dengan keanekaragaman hayatinya.
Sejarah Peradaban Manusia Sekitar Kawasan
Di dalam kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dan sekitarnya, banyak ditemukan berbagai macam peninggalan manusia prasejarah yaitu beberapa piranti hidup sehari-hari yang disebut artefak. Artefak ini dibuat dari sejenis bebatuan yang tepinya tajam (tajam untuk memotong) dan ada pula yang sudah dilengkapi seperti pahat jaman sekarang. Berdasarkan peninggalan piranti tersebut umumnya terbuat dari jenis batuan antara lain batu kaca (obsidian) seperti kapak, pisau, mata anak panah, dan lain-lain.
Adanya piranti senjata yang ditemukan di daerah kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, para ahli sejarah menduga bahwa kawasan tersebut merupakan “bengkel senjata” yang kemudian disebut Pakar yang berasal dari kata Sunda Klasik “Pakarang”. Koleksi senjata prasejarah saat ini di dokumentasikan di Museum Geologi Museum Sri Baduga, Museum Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dan sebagian kecil ada di Belanda. Piranti tersebut bisa kita pelajari untuk kepentingan pendidikan, penelitian, maupun untuk pariwisata.
Seperti yang diuraikan dalam sejarah geologi diatas, bahwa makin menyusutnya permukaan Danau Purba Bandung akibat adanya alur ke luar melalui terowongan air yang terbentuk sepanjang satu kilometer di dalam perbukitan batu gamping Rajamandala, akhirnya Danau Purba Bandung yang penuh endapan menjadi kering, sepanjang pengeringan yang berlangsung ribuan tahun yang mendorong perkembangan pemukiman manusia prasejarah ke seluruh penjuru dataran tinggi Bandung. Petualangan untuk mencari daerah baru inilah yang diduga untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilannya. Setelah mereka bertemu dengan masyarakat prasejarah dari luar daerah maka perkembangan sosial dan ekonominya pun semakin meningkat dan mendorong menyebarnya manusia prasejarah memasuki peralihan dari zaman prasejarah ke zaman sejarah yang lebih maju.
Dari peta geologi tampak jelas bahwa Kota Bandung terletak di kaki perbukitan Pakar yang dipilih sebagai tempat manusia prasejarah bermukim dan bermasyarakat. Dalam bermukim dan bermasyarakat tampaknya mereka tetap mengacu pada daya dukung lingkungan alam dengan menciptakan ekologinya. Penciptaan Ekologi inilah yang merupakan rantai yang mengilhami para insinyur dan arsitek dalam membangun kota Bandung agar tampak nyaman, aman dan sejuk untuk permukiman modern.